BAHAYA! DUNIA KEHABISAN OPSI ANTIBIOTIK (AB)

WHO mengkonfirmasi, bahwa "Dunia kehabisan opsi ANTIBIOTIK, sebagian besar obat sering digunakan saat ini adalah hasil dari modifikasi golongan antibiotik yang ada dan hanya solusi jangka pendek. Kemudian bagaimana sih dampaknya?

Saya sering menolak menjual AB disetiap ada pasien yang membelinya tanpa resep dokter, tak terkecuali yang menggunakan kopi resep tetapi sudah "iter". Karena hal tersebut banyak pasiena marah, gebrak etalase, memaki " bodoh lu, jualan kok pelit". Saya hanya bisa sabar dan nyengir dalam hati. "Saya ini jualan obat, bukan jualan kulineran, jadi harus ada UU yang mengatur dan tanggung jawab nurani"

Kalau saran ustad: "mereka marah dan memaki karena tidak tau, tugas kamu dakwahi mereka". "SIAP USTAD"


Bukan tanpa dasar saya tidak menjual AB secara bebas atau dengan kopi resep, tapi ada landasan dan kerugiannya bila itu dilakukan.


Dalam sebuah laporan “Antibacterial agents in clinical development – an analysis of the antibacterial clinical development pipeline, including tuberculosis“, yang diluncurkan 20 September 2017 lalu oleh World Health Organisation (WHO, Organisasi Kesehatan Dunia) menunjukkan kurangnya antibiotik baru yang sedang dikembangkan untuk memerangi ancaman resistensi antimikroba yang semakin meningkat.


Sebagian besar obat yang ada saat ini dan sering digunakan adalah hasil dari modifikasi golongan antibiotik yang ada dan hanya solusi jangka pendek. INGAT, S-O-L-U-S-I  J-A-N-G-K-A  P-E-N-D-E-K.


Dalam laporan juga dikatakan sangat sedikit opsi atau pilihan pengobatan yang potensial untuk memerangi infeksi akibat resistensi antibiotik. Inilah yang kemudian diidentifikasi oleh WHO sebagai ancaman terbesar bagi kesehatan, termasuk resistensi TB (Tuberculosis) yang menjadi penyebab kematian sekitar 250.000 orang setiap tahunnya.


“Resistensi antimikroba adalah keadaan darurat kesehatan global yang secara serius akan membahayakan kemajuan pengobatan modern. Ada kebutuhan mendesak untuk lebih banyak investasi dalam penelitian dan pengembangan untuk infeksi resisten antibiotik termasuk TB, jika tidak, kita akan dipaksa kembali ke waktu ketika orang-orang takut akan infeksi umum dan mempertaruhkan nyawa mereka dari operasi kecil.” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.


Selain TB yang resisten terhadap berbagai jenis obat, WHO telah mengidentifikasi 12 kelas patogen prioritas – beberapa di antaranya menyebabkan infeksi umum seperti pneumonia atau infeksi saluran kemih – yang semakin resisten terhadap antibiotik yang ada dan sangat membutuhkan perawatan baru.

Laporan ini mengidentifikasi 51 antibiotik dan biologis baru dalam pengembangan klinis untuk mengobati patogen resisten antibiotik yang disarankan, serta tuberkulosis dan infeksi diare Clostridium yang kadang-kadang mematikan.


Di antara semua obat yang menjadi kandidat antibiotik baru, bagaimanapun, hanya 8 yang digolongkan oleh WHO sebagai perawatan inovatif yang akan memberi nilai tambah pada gudang pengobatan antibiotik saat ini.


Sedikitnya pilihan pengobatan untuk TB M. tuberculosis dan patogen gram negatif, termasuk Acinetobacter dan Enterobacteriaceae (seperti Klebsiella dan E.coli) yang dapat menyebabkan infeksi parah dan sering mematikan yang menimbulkan infeksi tertentu menjadi ancaman di rumah sakit atau sarana kesehatan lain. Sangat sedikitnya antibiotik oral dalam langkah pengobatan yang efektif juga turut memperparah keadaan akibat resistensi antibiotik ini.


“Perusahaan farmasi dan peneliti harus segera fokus pada antibiotik baru terhadap beberapa jenis infeksi serius yang dapat membunuh pasien dalam hitungan hari karena kita tidak memiliki garis pertahanan,” kata Dr Suzanne Hill, Direktur Departemen Obat-obatan Esensial WHO.


Untuk mengatasi ancaman ini, WHO dan DNDi (Drugs for Neglected Diseases Initiative) membentuk Kemitraan Riset dan Pengembangan Antibiotik Global (dikenal sebagai GARDP). Pada tanggal 4 September 2017, Jerman, Luksemburg, Belanda, Afrika Selatan, Swiss dan Inggris Raya dan Irlandia Utara dan Wellcome Trust menjanjikan lebih dari 56 juta Euro untuk proyek ini.


“Penelitian untuk tuberkulosis sangat kekurangan dana, dengan hanya dua antibiotik baru untuk pengobatan TB yang resistan terhadap obat yang telah sampai di pasaran selama lebih dari 70 tahun. Jika kita ingin mengakhiri tuberkulosis, lebih dari US $ 800 juta per tahun sangat dibutuhkan untuk mendanai penelitian obat antituberkulosis baru” kata Dr Mario Raviglione, Direktur Program Tuberkulosis Global WHO.


Pengobatan terkini saja, bagaimanapun, tidak akan cukup untuk melawan ancaman resistensi antimikroba. WHO bekerja sama dengan negara dan mitra untuk memperbaiki pencegahan dan pengendalian infeksi dan untuk mendorong penggunaan antibiotik yang ada dengan tepat. WHO juga mengembangkan panduan untuk penggunaan antibiotik yang bertanggung jawab di sektor manusia, hewan dan pertanian.


Untuk informasi lebih lanjut, Anda bisa mendownload laporan berikut:


Antibacterial agents in clinical development – an analysis of the antibacterial clinical development pipeline, including tuberculosis
Prioritization of pathogens to guide discovery, research and development of new antibiotics for drug-resistant bacterial infections, including tuberculosis

http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2017/running-out-antibiotics/en/


Kesimpulan yang bisa kami ambil adalah, penggunaan AB harus didahului pemeriksaan dokter, labaratorium yang mendukukng. Tidak bisa ditawar lagi. Kenapa? Bahaya resistensi AB ini sangat berbahaya, bahaya global, selain itu untuk penelitian sebuah AB generasi baru SANGAT MEMBUTUHKAN DANA YANG BESAR. Mau sampai kapan kita bertahan dengan konsep pengobatan jangka pendek ini?


Bagaimanapun, sudah menjadi salah satu tugas kita yang seorang Farmasis untuk turut serta berkontribusi agar obat-obatan jenis antibiotik ini digunakan dengan benar (sesuai dengan hasil pemeriksaan dokter dan laboratorium) dan diberikan edukasi secara berkesinambungan terhadap masyarakat.

Dan perlu teman pembaca ketahui, perintah ini sejalan dengan perintah Allah yang tercantum dalam surat Al Asr ayat 1-3: 

Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.

Sumber: farmasi.asia

Postingan Populer

FOLLOW US ON FACEBOOK